EKSISTENSI EKONOMI KERAKYATAN DITENGAH ARUS GLOBALISASI

EKSISTENSI EKONOMI KERAKYATAN DITENGAH ARUS GLOBALISASI *)

Oleh:

Fanny Widadie

Ekonomi kerakyatan merupakan sistem ekonomi yang berpusat pada kekuatan ekonomi rakyat. Dimana dalam pengelolaan sumberdayanya lebih diperankan oleh rakyat sendiri secara bersama dan swadaya dalam kegiatan ekonominya. Menurut Prof. Mubyarto, sistem ekonomi kerakayatan ini didefinisikan sebagai sistem ekonomi yang berasaskan kekeluargaan, kedaulatan rakyat dan menunjukkan pemihakan yang sungguh-sungguh pada pada ekonomi rakyat. Yang membedakan sistem ekonomi kerakayatan dengan sistem ekonomi lainnya terletak pada filosofi pengelolaannya yang ditujukan untuk kemanfaatan bersama rakyat bukan kepentingan individual seperti dalam sistem ekonomi kapitalis.

Gagasan ekonomi kerakayatan ini dimunculkan oleh para ekonom Indonesia akibat gagalnya pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam mengadopsi sistem ekonomi negara-negara maju seperti Eropa. Penerapan teori pertumbuhan ekonomi yang membawa kesuksesan di Eropa ternyata berbeda dampaknya dengan negara berkembang seperti di Indonesia. Pondasi sistem ekonomi Indonesia dibangun berdasarkan sistem ekonomi kerakyatan. Peran ekonomi kerakyatan dalam pembangunan ekonomi di Indonesia begitu nyata terlihat pada saat terjadinya krisis moneter tahun 1997, dimana sektor ekonomi riil yang berbasiskan kerakyatan menjadi penyelamat pertumbuhan ekonomi saat itu. Para pelaku ekonomi kerakyatan di bidang pertanian dan agribisnis seperti petani, UKM, dan peternak menjadi sangat penting. Ketika usaha korporasi mengalami gulung tikar dan jumlah pengangguran meningkat maka sektor riil kerakayatan inilah menjadi tulung punggung perekonomian saat itu.

Filosofi ekonomi kerakyatan sebenarnya sudah lama dikembangkan oleh Bung Hatta dalam upaya mengurangi dominasi asing dan meningkatkan ekonomi semua lapisan masyarakat dari bawah sampai atas. Salah satu bentuk ekonomi kerakyatan riil yang dikembangkan oleh Bung Hatta adalah koperasi. Dimana koperasi menjadi bentuk sistem ekonomi kerakyatan yang sesuai dengan falsafah kepribadian bangsa. Eksistensi ekonomi kerakyatan semakin diperkuat dalam pasal 33 UUD 1945 yang menyatakan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azaz kekeluargaan. Kekeluargaan disini adalah prinsip dari ekonomi kerakyatan. Ditambahkan juga kedalam sila keempat pancasila yang menggunakan prinsip kerakyatan sebagai bagian dari dari demokrasi ekonomi. Ekonomi kerakyatan di Indonesia merupakan pondasi kekuatan pembangunan ekonomi nasional yang seharusnya dibangun dan difasilitasi dalam perkembangannya. Sistem ekonomi kerakyatan merupakan falsafah kepribadian bangsa Indonesia yang seharusnya eksistensinya dapat dipertahankan menjadi jati diri ekonomi bangsa.

Di era globalisasi saat ini tantangan pembangunan ekonomi kerakyatan semakin besar. Arus kapitalisasi, korporasi dan perdagangan bebas menuntut para pelaku ekonomi kerakyatan saat ini untuk bertindak adaptif dalam menghadapinya. Terjangan kapitalisasi, pengembangan usaha multinasional beristem korporasi dan kebijakan perdagangan bebas memang tidak bisa dihindari sebagai bagian arus ekonomi global saat ini. Dan jika sistem ekonomi kerakyatan maupun pelaku ekonomi kerakayatan ini tidak segera menyesuaikan diri akan tergilas oleh derasnya arus kapitalisasi sebagai bentuk penjajahan ekonomi saat ini. Pemerintah selaku regulator harus mampu menjawab tantangan ini tidak selamanya harus dengan membuat kebijakan yang bersifat preventif melindungi akan tetapi juga mengembangkan potensi ekonomi kerakyatan di setiap daerah untuk mampu berkembang menjadi keunggulan kompetitif yang siap bersaing menghadapi arus globalisasi. Adanya pengembangan ekonomi lokal berbasiskan sumberdaya dan kreatifitas, pelestarian kearifan lokal dan konsep OVOP – one village one product harusnya menjadi kebijakan tersendiri pemerintah pusat maupun daerah dalam mengembangkan eksistensi ekonomi kerakyatan. Demikian juga halnya dengan para pelaku ekonomi kerakyatan seperti petani dan UKM diharapkan mampu mengembangkan pasar dan kreatifitasnya untuk dapat bersaing ditingkat global. Adopsi teknologi informasi dalam upaya membangun kinerja dan membangun network-jejaring menjadi hal yang tidak bisa dihindarkan saat ini. Kelemahan SDM para pelaku ekonomi mikro-kerakyatan yang masih berorientasi traditional market harusnya dapat dirubah menjadi orientasi global market. Serbuan produk dan jasa asing yang kemudian mengubah perilaku dan gaya hidup konsumen saat ini harusnya dapat dilihat oleh para pelaku ekonomi kerakyatan bukan sebagai hambatan akan tetapi tantangan untuk memasuki zona pasar baru dalam mengembangkan produk dan jasanya. Pengembangan kualitas mutu, branding, penguasaan informasi, orientasi pasar global dan sistem manajemen korporasi hendaknya dapat diadopsi oleh para pelaku ekonomi kerakyatan di negeri ini. Para pelaku ekonomi berbasiskan sumberdaya kerakayatan ini nantinya diharapkan tidak saja menjadi tuan rumah ekonomi di negeri sendiri juga mampu mengembangkan ekspansinya ke pasar global.

Prinsip dan nilai ekonomi kerakyatan yang bersumberkan dari kekuatan rakyat harus mampu bertahan di negeri sendiri sebagai jati diri ekonomi bangsa. Sudah seharusnya negeri ini mulai berpikir pembangunan ekonomi jangka panjang yang tidak selamanya berpikir menggantungkan pada dominasi asing. Eksistensi ekonomi kerakayatan ini menjadi sangat penting dan krusial dalam mensejahterakan ekonomi semua lapisan masyarakat. Terlebih di saat krisis finansial global dan krisis moneter yang tengah terjadi di Eropa dan Amerika saat ini, peran sektor mikro – kerakyatan sangat berarti sebagai tulang punggung perekonomian nasional. Sudah seharusnya kemandirian ekonomi melalui pengembangan ekonomi berbasiskan kerakyatan menjadi wacana dan implementasi pembangunan ekonomi bangsa. Tingginya pertumbuhan ekonomi secara agregat-makro bukanlah tujuan akhir akan tetapi yang lebih penting adalah pemerataan kesejahteraan melalui pertumbuhan ekonomi di sektor riil berbasiskan kerakyatan karena disanalah mayoritas masyarakat bangsa ini menggantungkan hidupnya.

*) Dimuat dalam Majalah Folia Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret (UNS) – Surakarta