Penelitian Diversifikasi Konsumsi Pangan
Analisis Pola Konsumsi Pangan Rumahtangga Perdesaan Dalam Mewujudkan Diversifikasi Konsumsi Pangan (Studi Kasus di Desa Putukrejo Kecamatan Kalipare Kabupaten Malang).
Ringkasan Skripsi (2008)
Oleh: Fanny Widadie, Iksan Semaoen, Tatiek Koerniawati
Pembangunan pertanian saat ini diarahkan pada dua program utama yaitu pembangunan agribisnis dan ketahanan pangan. Dan salah satu subsistem penting pembentuk ketahanan pangan adalah konsumsi pangan yang diarahkan pada terwujudnya diversifikasi konsumsi pangan. Sudah sejak tahun 1974 pemerintah melalui inpresnya telah mengeluarkan kebijakan penganekaragaman menu makanan rakyat dan perbaikan gizi masyarakat, akan tetapi kondisi diversifikasi konsumsi pangan belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. Hal ini terlihat dari maraknya berbagai kasus malnutrisi, gizi buruk dan kelaparan yang terjadi di berbagai daerah dan angka ketergantungan pangan beras yang cukup tinggi. Semua fenomena tersebut mengindikasikan bahwa keluaran (output) ketahanan pangan di tingkat mikro rumahtangga masih sangat rendah. Oleh karena itu permasalahan tersebut perlu diatasi dengan terus memperkuat diversifikasi konsumsi pangan menuju terwujudnya kondisi diversifikasi konsumsi pangan sebagaimana yang diharapkan dan selaras dengan ketahanan pangan.
Diversifikasi konsumsi pangan ini tidak sebatas hanya diartikan sebagai penganekaragaman konsumsi karbohidrat saja, akan tetapi juga sumber pangan zat gizi lainnya yang diarahkan pada terpenuhinya kebutuhan pangan dan gizi tubuh secara seimbang, baik ditinjau dari segi kuantitas maupun kualitas konsumsi pangannya. Dengan demikian diversifikasi konsumsi pangan sangat penting untuk diwujudkan tidak saja akan semakin meningkatkan ketahanan pangan tapi juga mampu mencetak kualitas pembangunan sumber daya manusia Indonesia yang sehat, cerdas, produktif dan mandiri.
Tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis apakah pola konsumsi pangan rumahtangga perdesaaan sudah mencerminkan kondisi diversifikasi konsumsi pangan sebagaimana yang diharapkan, (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat diversifikasi konsumsi pangan rumahtangga perdesaan, (3) menggambarkan strategi perbaikan konsumsi pangan untuk mewujudkan kondisi diversifikasi konsumsi pangan.
Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) di Desa Putukrejo, Kalipare, Malang. Hal ini disebabkan daerah tersebut rentan rawan pangan, mengingat merupakan daerah lahan kering dan persentase kemiskinan yang cukup besar di Malang. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 65 rumahtangga melalui rumus slovin. Metode penentuan sampelnya dilakukan dengan proportional cluster random sampling yang mengelompokkan berdasarkan jenis pekerjaan utama rumahtangga. Pekerjaan utamanya di sektor pertanian didapatkan sejumlah 51 rumahtangga dan sisanya di sektor bukan pertanian sejumlah 14 rumahtangga.
Data pola konsumsi pangan dikumpulkan melalui metode food recall 2×24 jam. Kemudian ditabulasi dengan menggunakan pendekatan perhitungan Pola Pangan Harapan (PPH). PPH ini digunakan sebagai indikator keberhasilan diversifikasi konsumsi pangan. Semakin tinggi skor kualitas mutu pangan atau PPH mengindikasikan semakin tinggi pula tingkat diversifikasi konsumsi pangan. Dengan tercapainya skor PPH normatif sebesar 100, maka menunjukkan telah terdiversifikasinya konsumsi pangan. Dan untuk terwujudnya kualitas skor mutu 100 ini ditentukan oleh kuantitas energi konsumsinya sebesar 2.200 kkal/kap/hr atau 100%AKE yang proporsi energinya seimbang pada seluruh kelompok pangan. Sementara itu analisis regresi linear berganda (multiple regression) digunakan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi diversifikasi konsumsi pangan, dengan menggunakan variabel dependen (Y) berupa skor PPH. Dan strategi untuk mewujudkan diversifikasi konsumsi pangan dijelaskan secara deskriptif dengan memperhatikan kondisi lapang daerah penelitian, hasil penilaian konsumsi pangan dan variabel internal dan eksternal rumahtangga yang berpengaruh signifikan terhadap tingkat diversifikasi konsumsi pangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) pola konsumsi pangan rumahtangga perdesaan belum mencerminkan diversifikasi konsumsi pangan. Hal ini terlihat dari rerata skor PPH aktual yang diperoleh hanya sebesar 56.39. Rendahnya skor PPH ini disebabkan kuantitas konsumsi energinya yang hanya mencapai 1.669 kkal/kap/hr atau hanya 77.22 %AKE serta proporsi energinya yang tidak merata pada seluruh kelompok kelompok pangan. Dan dengan membandingkan antara pencapaian kuantitas konsumsi energi aktual dan normatif pada masing-masing kelompok pangan, menunjukkan bahwa hanya pada kelompok pangan kacang-kacangan saja yang sudah efektif dikonsumsi, sementara pada kelompok pangan padi-padian dan buah/biji berminyak melebihi nilai normatifnya dan sisanya (umbi-umbian, pangan hewani, minyak lemak, gula dan sayur-buah) masih jauh dari nilai normatif. Dan yang paling rendah kuantitas dan kualitas (skor PPH) adalah pada kelompok pangan hewani. (2) Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap diversifikasi konsumsi pangan adalah pendidikan ibu rumahtangga, jumlah anggota rumahtangga, pendapatan perkapita, akses informasi, penerimaan RASKIN dan pemanfaatan lahan pekarangan. Semakin tinggi pendidikan ibu, jumlah anggota rumahtangga, pendapatan perkapita, akses informasi dan penerimaan RASKIN akan semakin mempertinggi tingkat diversifikasi konsumsi pangannya. Dan rumahtangga yang memanfaatkan lahan pekarangannya untuk bahan pangan lebih tinggi tingkat diversifikasi konsumsi pangannya daripada yang tidak memanfaatkan pekarangannya. (3) Strategi untuk mewujudkan diversifikasi konsumsi pangan dapat dilakukan baik oleh rumahtangga maupun pemerintah. strategi tersebut secara garis besarnya antara lain meliputi peningkatan produksi pangan, peningkatan pendidikan formal dan informal masyarakat desa, peningkatan pengetahuan dan sosialiasi gizi, efektifitas bantuan pemerintah dan penataan kembali (restorasi) kelembagaan perdesaan.
Saran dalam penelitian ini adalah : (1) sosialisasi pengetahuan gizi terutama diarahkan kepada pemahaman Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) secara berkesinambungan, (2) peningkatan aksesibilitas pangan melalui peningkatan produksi usaha tani, pemanfataan lahan pekarangan dan akses lapangan pekerjaan, (3) perlu adanya evaluasi untuk mengefektifkan bantuan RASKIN agar berjalan sesuai ketentuan, (4) pemberdayaan kaum perempuan melalui peningkatan pendidikan dan ketrampilannya serta mengoptimalkan peranannya dalam organisasi kelembagaan, (5) telaah penelitian konsumsi pangan lebih lanjut, terutama dengan memasukkan variabel budaya, agama maupun variabel lainnya yang belum terdapat dalam penelitian ini sehingga didapatkan hasil yang lengkap.